Sabtu, 27 Maret 2010

Diagnosa Keperawtan dan Intervensi Keperawatan ANGINA PEKTORIS

ANGINA PEKTORIS

1. Diagnose : Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan Anterosklerosis, kerja fisik ditandai dengan peningkatan TD dan nadi, peningkatan/penurunan frekuensi pernafasan, berkeringat, gelisah.

Tujuan : setelah dilakukan perawatan 2x24 jam, nyeri hilang.

Kriteria hasil : - menunjukkan/menyatakan nyeri hilang.

- Tanda – tanda vital dalam batas normal.

Intervensi

Rasional

1. Observasi gejala yang berhubungan, contoh ; dispnea, mual/muntah, pusing, palpitasi

- Penurunan curah jantung (yang terjadi sebelum episode iskemia miokard) merangsang system saraf simpatis/parasimpatis yang menyebabkan berbagai rasa sakit dimana pasien tidak dapat mengidentifikasi apakah berhubungan dengan episode angina.

2. Pantau kecepatan/irama jantung

- Pasien angina tidak stabil mengalami peningkatan disritmia,yang mengancam hidup secara akut yang terjadi pada respon terhadap iskemia/stress.

3. Letakkan pasien pada istirahat total selama episode angina

- Menurunkan kebutuhan oksigen miokard untuk meminimalkan resiko cidera jaringan/nekrosis.

4. Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien nafas pendek

- Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia dan nafas pendek berulang.

5. Evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu, tangan (khususnya sisi kiri)

- Nyeri jantung dapat menyebar contoh nyeri lebih sering menyebar kepermukaan yang dipersarafi oleh tingkat saraf spinal yang sama.

6. Kolaborasi :

- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

- Berikan antiangina sesuai indikasi contoh ; Nitro-Dur, Transderm-Nitro

- Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard/mencegah/iskemia

- Menurunkan frekuensi dan beratnya serangan dengan menghasilkan vasodilatasi panjang/continue.

2. Diagnose : Penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemia miokard memanjang, efek obat ditandai dengan dispnea, gelisah, penurunan nadi perifer, kulit dingin/pucat, nyeri dada continue.

Tujuan : setelah perawatan 1x24 jam, tanda – tanda penurunan curah jantung hilang.

Kriteria hasil : - Melaporkan episode dispnea, angina dan disritmia.

- Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.

- Berpartisipasi pada perilaku yang menurunkan kerja jantung

Intervensi

Rasional

1. Pantau tanda vital (frekuensi jantung, TD)

- Menentukan respon pasien terhadap aktifitas dan dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardia yang memerlukan penurunan aktivitas / kembali tirah baring.

2. Kaji tanda – tanda dan gejala GJK

- Menurunkan kerja miokardia / konsumsi oksigen

3. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen.

Contoh : mengejan saat defikasi

- Aktivitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk dapat mengakibatkan bradikardi , juga menurunkan curah jantung dan takikardi dengan peningkatan TD.

4. Kaji ulang tanda/gejala yang menunjukkan tdk toleran terhadap aktivitas atau memerlukan pelaporan pada perawat/dokter.

- Palpitasi nadi tak teratur , adanya nyeri dada , atau dispnea dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan progam OR atau obat.

5. Kolaborasi

Rujuk keprogram rehabilitasi jantung

- Memberikan dukungan / pengawasan tambahan berlanjut dan partisipasi proses penyembuhan dan kesejahteraan.

3. Dx keperawatan : Resiko tinggi terhadap prubahan perfusi jaringan b/d penurunan /

pengentian aliran darah.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam perubahan perfusi jaringan kembali normal

Kriteria hasil : Mendemonstrasikan perfusi adekuat secara individual , contoh:kulit hangat dan kering , ada nadi perifer/kuat , tanda vital dalam batas normal , pasien sadar atau berorientasi , keseimbangan pemasukan / pengeluaran , tanda edema , bebas nyeri / ketidaknyamanan.

Intervensi

Rasional

1. Kaji pucat , sianosis , Kulit dingin atau lembab dan catat kekuatan nadi perifer.

- Vasokonriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit.

2. Kaji tanda HOMAN(nyeri pada betis dengan posisi dorsofieksi,eritma,edema

- Indikator trombosis vena dalam.

3. Dorong latihan kaki aktif/pasif.

- Menurunkan statis vena , meningkatkan aliran balik vena dan mrnurunkan resiko tromboflebitis.

4. Pantau pernafasan,catat kerja pernafasan.

- Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan.namun dispnea tiba-tiba berlanjut menunjukan komplikasi tromboemboli.

5. Kolaborasi :

- Pantau data laboratorium (ex:GDA,BUN,kreatinin,elektrolit)

- Beri obat sesuai indikasi co/heparin/natrium warfarin.

- Indikator perfusi/fungsi organ.

- Untuk terapi koagulan jangka panjang/pasca

Pulang.

4. Dx Keperawatan : Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi organ.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam kebutuhan pemenuhan cairan dapat kembali normal.

Kriteria hasil : - Mempertahankan keseimbangan cairan(TD dalam batas normal)

- Tak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen

- Paru bersih dan berat badan stabil

Intervensi

Rasional

1. Auskultasi bunyi nafas untk adanya krekel

- dapat mengindifikasikan edema paru akibat dekompensasi jantung.

2. Ukur masukan /keluaran,catatpenuranan pengeluaran,sifat konsentrasi

- penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,retensi natrium/air & penurunan keluaran urin.

3. Timbang berat badan tiap hari

- perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukan gangguan keseimbangan cairan.

4. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler

- Memenuhi cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.

5. Kolaborasi :

- Berikan diet natrium rendah/minuman

- berikan diuretik (ex:lasik)

- pantau kalium sesuai indikasi

- natrium meningkatkan retensi cairan & harus dibatasi

- natrium memperbaiki kelebihan cairan

- hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi & dapat terjadi dengan penggunaan diuretik penurun kalsium.


Minggu, 21 Maret 2010

Cegukan adalah kontraksi tiba-tiba yang tak disengaja pada diafragma, dan umumnya terjadi berulang-ulang setiap menitnya. Udara yang tiba-tiba lewat ke dalam paru-paru menyebabkan glottis (ruang antara pita suara) menutup, serta menyebabkan terjadinya suara hik. Cegukan umumnya akan selesai dengan sendirinya, meskipun ada beberapa pengobatan rumah tangga (home remedy) untuk mempercepat cegukan, dan ada beberapa pengobatan yang dibutuhkan. Istilah medis untuk cegukan adalah singultus.

Cegukan seringkali berkembang dalam situasi tertentu, seperti makan terlalu cepat, minum air dingin sesaat setelah makan makanan panas, makan makanan yang sangat panas atau pedas, tertawa atau batuk terlalu keras, kelebihan minuman beralkohol, atau karena keseimbangan elektrolit. Cegukan dapat pula disebabkan karena tekanan saraf frenik oleh struktur anatomi yang lain, atau karena tumor dan penyakit ginjal lainnya, meski hal ini jarang terjadi. American Cancer Society melaporkan bahwa 30% pasien kemoterapi menderita cegukan sebagai efek samping perlakuan.

Rabu, 02 Desember 2009

Kusta atau Lepra atau disebut juga Penyakit Morbus Hansen, Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.[1] Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.[2] Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit tzaraath.

Ciri-ciri

Lesi kulit pada paha.

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa.[5] Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy).

Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.

Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).

Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat.

Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS.[6]

Penyebab

Mycobacterium leprae.

Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta.[2] Sebuah bakteri yang tahan asam M. leprae juga merupakan bakteri aerobik, gram positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium.[7] M. leprae belum dapat dikultur pada laboratorium.[8]

Cincin Schatzki atau Cincin Schatzki-Gary adalah cincin yang dapat ditemui di bagian bawah esofagus yang dapat menyebabkan kesulitan menelan. Cincin ini dibuat oleh jaringan mukosa atau jaringan muskular. Pasien dengan cincin Schatzki dapat mengembangkan disfagia (kesulitan menelan), atau dapat menyebabkan esofagus tertutup. Cincin ini dinamai dari dokter Amerika Serikat yang bernama Richard Schatzki.